Kamis, 06 Oktober 2011

softskill 3

Nama : Ati Fatmawati
Kelas : 4 ea 12
Npm : 10208211
Tugas : softskill 3

4 Pilar Etika Bisnis

1. Pengendalian diri

Tak satu pun pengusaha yang tidak mengharapkan keuntungan. Namun sebagai pelaku bisnis, Anda harus bertanya pada diri sendiri, sejauh mana usaha telah memberi sumbangan positif, baik bagi pekerja, konsumen, maupun lingkungan. Dibutuhkan sikap jujur dan objektif dalam menilai sepak terjang usaha Anda.

Contoh Susi Pudjiastuti

Untuk meningkatkan taraf ekonomi nelayan di Pangandaran, Jawa Barat, ia membeli hasil tangkapan nelayan dengan harga memuaskan. Apabila harga ikan layur di pasar lokal pada tingkat tengkulak adalah Rp700/kg, Susi membelinya dengan harga Rp7.000/kg. Atau, bila harga lobster di Pulau Simeulue, Aceh, satu kilogramnya Rp40.000, Susi membelinya dengan harga Rp80.000/kg.Pasalnya, untuk ikan layur yang sama, jika diekspor ke Eropa dan Cina, harganya bisa mencapai Rp10.000 – Rp20.000/kg. Sementara, harga lobster di Jepang bisa 2-3 kali lipat dari harga jual aslinya.
“Saya membayar kontan di tempat. Dengan begitu, nelayan bisa merasakan hasil jerih payah mereka di hari itu juga,” ungkap Susi. Jadi, setiap harinya, tak kurang dari Rp300 juta jumlah uang dibayarkan Susi untuk membeli hasil tangkapan nelayan.
Kalau cuma memikirkan untung, sebenarnya sah-sah saja bagi Susi untuk membeli ikan tersebut dengan harga tengkulak. Sebab, menurut kalkulasi standar bisnis, cara ini bisa membuatnya meraup keuntungan besar.
Tetapi, baginya, cara ini tidak sesuai standar etika bisnisnya. Namun, buktinya, etika bisnis ini justru membantu usahanya melesat ke puncak sukses.

Dari awalnya pengusaha perikanan, kini bisnisnya merambah ke transportasi udara berbendera Susi Air. Dari yang awalnya hanya satu pesawat untuk mengekspor hasil laut, kini ia memiliki 37 pesawat, termasuk private jet untuk mengangkut penumpang.

2. Tanggung Jawab Sosial

Corporate Social Responsibility (CSR) bukanlah sekadar program penebus rasa bersalah pebisnis terhadap lingkungan. Menyumbangkan uang dan materi –misalnya, dana pembangunan MCK bagi komunitas miskin-- tidak akan memberi banyak arti, jika tidak disertai usaha berkelanjutan untuk memberdayakan masyarakat dan meningkatkan harkat hidup mereka.



Cara Suzie Hutomo

Melalui program Gloss for a Cause, The Body Shop mendonasikan 75% profit penjualan produk lip gloss-nya untuk kegiatan Face-to-Face Program. Kegiatan ini bertujuan menolong wanita korban KDRT yang membutuhkan perawatan, termasuk tindakan rekonstruksi wajah atau fisik akibat kekerasan yang dialami.

Cara Obin Komara

Dalam menjalankan bisnis kainnya, Obin memberdayakan dan mengayomi para perajin kain di daerah-daerah. Tak cuma membeli hasil karya mereka dengan harga yang pantas, ia juga membina mereka dengan membagikan ilmu serta teknik pembuatan kain yang lebih baik dan ramah lingkungan. Obin pun mengajak perajin untuk memakai bahan pewarna alami yang tidak merusak lingkungan.

Cara Susi Pudjiastuti

Susi menyediakan perahu bertenaga motor untuk membantu para nelayan yang tidak memiliki perahu sendiri. Dengan cara ini, tidak hanya penghasilan nelayan yang meningkat (sebelumnya, mereka mengandalkan bagi hasil dengan rekan nelayan pemilik perahu), tetapi juga membantu pasokan ikan bagi perusahaan Susi.

3. Jati Diri & Pro Persaingan Sehat

Agar bisa bertahan di pasar, sebuah produk harus memiliki ciri khas yang membuatnya berbeda dan lebih menonjol dari produk yang lain. Pasalnya, di tanah air, dunia bisnis masih menganut budaya musiman. Tidak heran jika kita menemukan produk pakaian dengan model yang sama hampir di seluruh lantai suatu pusat perbelanjaan. Padahal, mengingat sifat dasar manusia yang selalu ingin tampil beda, keunikan produk justru bisa menjadi daya tarik utama. Di sisi lain, bisnis seperti ini juga bisa memicu persaingan yang tidak sehat.

Cara Obin Komara

Kecintaan pada kain telah menuntun Obin kepada serangkaian studi dan perjalanan panjang dalam mengumpulkan ‘warisan’ kain tradisional yang ada di tanah air. Obin menemukan 85% teknik pembuatan kain yang ada di dunia ternyata dipraktikkan di Indonesia! Ia merasa, hasil kekayaan intelektual dari budaya Indonesia patut dijaga kelestarian dan keasliannya.
Obin tidak pernah meminta para perajinnya di daerah untuk membuat motif kain lain untuk mengikuti tren di pasaran. Sebaliknya, ia justru mendorong mereka untuk membuat motif asli dari daerah tersebut.

“Mereka harus punya harga diri. Mereka patut bangga dengan keunikan desain yang mereka miliki,” jelas Obin, tentang para perajin kain daerah yang dirangkulnya. Tanpa banyak bicara, Obin ikut mengampanyekan kekayaan kain Nusantara, dan membuatnya dihargai di mata konsumen lokal dan dunia internasional.

4. Budaya Kerja & Edukasi Konsumen
Penerapan etika bisnis seyogyanya tidak berhenti pada proses produksi. Ia juga harus dikembangkan di antara karyawan sehingga menjadi bagian dari budaya kerja. Etika bisnis juga harus disebarkan kepada konsumen, melalui pembelajaran dua arah dengan produsen. Hanya dengan cara ini akan tercapai dampak positif yang bersifat holistik, yang tidak hanya bisa dirasakan oleh produsen dan konsumen, tetapi juga oleh lingkungan.

Sumber : http://wanitawirausaha.femina.co.id/WebForm/contentDetail.aspx?MC=001&SMC=001&AR=19

Tidak ada komentar:

Posting Komentar